Terinspirasi tulisan mas Nur Irawan dalam Perihal Sahabat Pena Yang Menginspirasi saya jadi ingin menuliskan pengalaman pribadi saya terkait sahabat pena. Istilah sahabat pena yang saya maksudkan di sini bukan sahabat pena melalui blog atau sosial media, karena jaman saya masih muda internet belum memasyarakat seperti sekarang, sehinga kami bersahabat pena dipertemukan melalui koran/majalah. Bagaimana ceritanya?
Saat saya masih sekolah di SMP dan SMA ayah saya sering membeli koran. Kadang membeli koran Suara Merdeka, kadang Suara Karya, kadang Berita Yudha dan lain-lain. Di salah satu koran ada kolom “Sahabat Pena”, kalau tidak salah koran Suara Karya yang terbit hari minggu. Kolom Sahabat pena tersebut intinya mewadahi para remaja yang ingin mencari kenalan/sahabat di seluruh tanah air. Dalam satu kali terbit pada kolom sahabat pena berisi beberapa pas foto hitam putih ukuran 3 X 4 dari orang yang berbeda dan di bawah masing-masing pas foto tertulis nama, alamat , dan identitas lain dari pemiliki masing-masing pas foto..
Tentu saja saya sering ikut membaca koran yang dibeli ayah saya dan salah satu kolom favorit yang selalu saya baca ya kolom “sahabat pena”, hingga suatu hari saya tertarik untuk ikut memajang foto pada kolom sahabat pena tersebut. Saya berpikir sepertinya asyik bisa surat-suratan dengan teman yang ada di luar kota. Maka sayapun mengirimkan pas foto ke alamat Suara Karya lengkap dengan identitas seperti yang ada di koran. Saat saya mengirimkan foto tersebut tidak terbetik sedikitpun di benak saya bahwa saya ingin mencari jodoh melalui Sahabat Pena, karena saat itu saya masih sekolah dan bahkan punya keinginan kuliah setelah lulus SMA. Jadi tujuan menjadi Sahabat Pena murni karena ingin memiliki banyak teman/sahabat dari seluruh tanah air.
Setelah mengirimkannya, lebih kurang seminggu kemudian datang banyak surat ke alamat saya. Saat itu kami memasang kotak surat di depan rumah lengkap dengan jalan dan nomor rumah kami, sehingga setiap datang surat langsung dimasukkan ke kotak surat tersebut oleh pak Pos. Saya selalu riang gembira setiap pulang sekolah jika menemukan surat di dalam kotak surat kami. Surat-surat yang saya terima berasal dari berbagai daerah, dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya (Papua), dan tentu banyak juga yang berasal dari Jawa. Surat-surat tersebut sebagian besar berasal dari cowok, meskipun ada pula yang dari cewek. Ada yang usianya masih SMA seperti saya, tapi kebanyakan sudah kuliah atau kerja. Dan surat-surat tersebut selalu kubalas dengan senang hati. Saat itu surat biasa (tidak kilat) masih menggunakan perangko seharga Rp.40, dan bila surat kilat seharga Rp.150. tetapi harga perangko tersebut berangsur-angsur naik. Meskipun seringkali aku terlambat membalas surat karena belum bisa membeli perangko, tetapi aku selalu berusaha membalas surat-surat tersebut dengan mengorbankan uang jajanku.
Rasanya saat itu merupakan salah satu tahapan dalam hidup saya yang paling membahagiakan. Saya selalu membaca surat -surat sahabat pena dengan perasaan suka cita dan membalasnya dengan antusias. Sekarang saya baru menyadari mungkin salah satu hal yang menyebabkan saya senang menulis setelah dewasa adalah kebiasaan menulis surat kepada sahabat pena saat masih remaja.
Dari sekian banyak sahabat pena, yang bertahan sampai beberapa bulan hanyalah beberapa orang, dan diantara yang bertahan itu adalah seorang sahabat pena dari Sorong Irian Jaya. Sahabat pena ini sebenarnya berasal dari salah satu daerah di Jawa Tengah, tetapi sedang bekerja di sana. Komunikasi dengannya tidak terlalu lancar, karena seringkali suratnya berminggu-minggu bahkan terhitung bulan baru saya terima. Meskipun begitu komunikasi kami tidak terputus. Selain mengirim surat, dia juga seringkali mengirimi aku majalah-majalah agama dan kadang-kadang hadiah kecil. Oleh karena itu aku merasa mendapat perhatian lebih darinya bahkan dia sering menasehatiku masalah-masalah keagamaan maupun masalah sehari-hari.. Sehingga tidak terasa lama-lama komunikasi dengannnya makin intensif hingga tak terasa saling menyukai lebih dari sebagai sahabat pena.
Setelah hitungan hampir dua tahun berkomunikasi lewat surat akhirnya kami ketemu darat, saat itu saya sudah lulus SMA dan melanjutkan pendidikan di luar kota dan secara kebetulan adik dari sahabat pena satu ini, juga kuliah di kota yang sama dengan tempatku kuliah. Dengan alasan menengok adiknya, maka dia sempatkan menemuiku di tempat kost. Ternyata setelah pertemuan pertama tersebut semakin memantapkan hati kami untuk bersama. Dan alhamdulillah pada akhirnya kami menikah dan dikaruniai 4 orang anak, meskipun yang seorang tidak dapat diemong saat baru lahir.
Di era sekarang ini mungkin banyak juga orang yang mengalami kisah serupa dengan yang saya alami, tetapi bedanya di masa kini mereka dipertemukan bukan melalui koran atau majalah tetapi melalui internet misalnya melalui sosial media terutama Facebook maupun melalui blog. Jika anda memiliki kisah tersebut, mohon bila berkenan dibagikan di kotak komentar ya….
Saya ga punya sahabat pena yang model begini bun…. kalau sahabat maya banyak (Kenalnya lewat socmed)
sekarang kok saya malah tertarik untuk bertukar tulisan tangan begini ya. 😁😁
Dapet surat yang bertuliskan tangan itu rasanya sesuatu sekali sepertiny..
SukaDisukai oleh 1 orang
ya wajar mabak Umi…karena sekarang kan jaman digital, sudah jarang sekali bahkan hampit tidak ada lagi orang mengirim surat tulisan tangan….
Padahal betul sekali dapat surat bertuliskan tangan tuh sesuatu sekali, sambil mebaca rasanya deg deg plas…itu yg sdh jarang dialami anak sekarang he..he…
Di sini saya merasa beruntung lahir lebih dulu he..he…
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya terakhir kirim2an surat jaman kelas 6 SD. Itupun hanya dengan teman sekelas..pas mau perpisahan .. aah kangen surat2an 😅
Bunda beruntung… mengalami masa2 seperti itu. Bahkan sampe jadi jodoh.. 😃
SukaDisukai oleh 1 orang
Oh..gitu ya dengan teman sekelas surat2an. Asyik juga tuh
Iya Alhamdulillah, benar saya dan tentunya generasi seusia saya merasa beruntung mengalami masa segala sesuatu serba manual dan sekarang masih sempat mengalami masa digital juga. Alhamdulillah …
Coba kalau mbak Umi tanyakan sama ibunda tentu mengalami surat-suratan juga waktu masih muda he..he..
SukaDisukai oleh 1 orang
Saling surat2an karena mau perpisahan..siswi putri2nya mau jauh2 dulu sekolah SMPnya. Jadi kita tuker2an surat…
Waah, coba nanti saya tanya ke ibuk dirumah.. barangkali ada cerita tentang surat2an yang belum saya dengar dr beliau .. 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
iya bagus itu idenya tuker2an surat.
Ok…sekaligus salam untuk ibunda ya mbak Umi.
SukaDisukai oleh 1 orang
InsyaAllah bun…insyaAllah disampaikan..😊
SukaSuka
Wah jodohnya dari sahabat pena rupanya. Sulit dipercaya kejadiannya seperti itu. Mungkin benar kata orang, klo jodoh ya memang nggak akan kemana.
SukaDisukai oleh 1 orang
He..he..betul mas shiq4, seringkali manusia tidak tahu datangnya jodoh kapan , dari mana, dan melalui apa. Kalau memang jodoh, nggak akan kemana, ada saja caranya untuk bertemu. tapi yang masih jomblo bukan berarti diam saja tanpa berusaha lho..he..he…
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya malah nyaman sendirian saja. Pinginnya nikah ntar aja di atas 30 an klo bisa. Sembari menyiapkan mental. Cuma kadang risih klo dapat tekanan dari ortu suruh nikah. Hadeh…… Belum siap saya. Masih labil ha ha ha…….
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah..mas shiq4 ini kalau nunggu di atas 30 an baru mau nikah nanti menyesal lho. Apalagi kalau sudah terlanjur nyaman sendirian nanti lama-lama lupa menikah. hayo…buru-buru mas, mumpung masih ada ortu kasihan juga orang tua keburu pengin nimang cucu dari mas shiq.he..he..he..
SukaSuka
Adik saya udah nikah mbak dan udah punya anak. Jadinya agak meringkankan. Beneran saya takut nikah, bukan karena apa2, cuma takut istri saya bingung dengan pola hidup saya yang tidak biasa. Soalnya saya ingin si istri bahagia. Cuma yg namanya kebahagiaan itu dimulai dari cara memandang sesuatu dengan positif. Klo tidak begitu mau diapain juga nggak bakalan bahagia. Lha yg susah itu klo terjadi kesalahpahaman, soalnya saya agak oon dalam melakukan tindakan alias ceroboh. Juga berkomunikasi.Dan banyak lagi lainnya. Klo istri saya tidak punya kesabaran tingkat dewa pasti sering kesal dengan kelakuan saya. Ibu saya aja sering ngomel2 gak jelas ha ha ha…….intinya Saya aneh orangnya menurut pandangan umum. Nah nyari cewek yg sama anehnya yg susah. Dan mau jadi istri saya tentu saja.
SukaDisukai oleh 1 orang
He..he…pasti ada mas calon istri mas shiq yang harus punya kesabaran tingkat dewa. InsyaAllah sudah tersedia, hanya mungkin belum ketemu sekarang. Nah untuk ketemunya perlu usaha juga kan?
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya…. Cuma saya beneran belum tertarik untuk menikah. Masih pingin menikmati kesendirian dulu.
SukaDisukai oleh 2 orang
Buka mata lbar2 mas sblum nikah, biar ntar gak nyesel, tp kbnykan mikir, bisa selibat tu, wkwk…
SukaDisukai oleh 2 orang
Oke deh selamat menikmati kesendirian dulu dipuas-puasin ya mas shiq
SukaDisukai oleh 1 orang
Penulis memang sering dianggap “aneh”
SukaDisukai oleh 1 orang
Sahabat pena menggiring orang utk berkorespondensi. Dulu juga saya sering baca ttg sahabat pena, tapi sekedar baca, gak pernah ikutan.
Seru ya, dpt jodoh lewat sahabat pena, itulah klo udaho jodoh
Saya pikir betul, kontribusi hobi Anda berkorespondensi pd saat itu membuat Anda ttp menulis sampai hari ini.
SukaDisukai oleh 1 orang
Klo udah jodoh lwat media apapun jadi mbak, hee…
SukaDisukai oleh 1 orang
iya betul sekali
SukaSuka
Betul mas …seru..apalagi pas lihat surat sepulang sekolah. Rasa capek langsung hilang, trus mbuka suratnya sambil gemetaran dan membacanya hati deg-degan he..he…
Iya saya baru menyadari kontribusi berkorespondensi saya saat remaja yang membuat saya tetap menulis sampai sekarang, meskipun sempat lama saya vakum menulis terutama saat mulai menikah dan kemudian sibuk mengasuh anak2 saat mereka kecil-kecil.
SukaDisukai oleh 1 orang
Kisah-kisah dari era pra-internet seperti ini entah kenapa selalu menarik buat saya. Anak-anak yang lahir dan besar di era digital seperti sekarang nggak akan ngerti betapa luar biasanya cerita ini.
Jangankan menunggu surat balasan yang bisa berhari-hari datangnya. Menunggu balasan pesan selama satu jam saja sekarang rasanya lama sekali.
Ini cerita yang istimewa, saya merasa beruntung bisa membacanya.
SukaDisukai oleh 3 orang
Wah…terimakasih banyak mas Damar atas apresiasinya terhadap kisah pribadi saya ini.
Saya jadi merasa lebih beruntung lahir dan berkembang di masa pra-internet. tetapi setiap masa selalu ada keunikannya. semua layak untuk disyukuri.
SukaDisukai oleh 2 orang
wah asik…. pasti deg-degan gitu ya pas awal ketemu sahabat pena, apalagi sahabat penanya lawan jenis..
emang jodoh itu luar biasa dan misterius…
SukaDisukai oleh 2 orang
He..he…he…betul mas Nur, bukan hanya deg-deg an malah sampai gemetaran dan tidak tahu mau ngomong apa
Betul jodoh sebelumnya tidak ada yg tahu misterius
SukaSuka
Ping-balik: Rekomendasi 10 Artikel Menarik dari Para Bloger – FIRMANSTEA BLOG
Makasih ya mas Firman
SukaSuka
Salam kenal bunda Nur..
Aq jadi ingat masa SMP dulu komunimasi dengan ortu masih pakai surat.
Sensasi baca surat memang lebih greget dibanding baca bbm, wa atau chat lainnya.
Hahaha..
Untung yaa aq masih sempat merasakan sensasi terima surat.
SukaDisukai oleh 1 orang
salam kenal kembali mbak susleni.
iya benar sensasi membaca surat lebih greget, tp lebih greget lagi waktu menunggunya mbak
sy kadang kangen ingin menyurat, tapi dg siapa ya? semua sdh terhubung dg hp he he
SukaSuka
Hahaha…
Iyaaa bener Bun.
Nunggunya. Mungkin itu juga yg bikin aku suka belanja online yaaa. Nunggu paket datang. Greget!!
SukaDisukai oleh 1 orang
Ha ..ha ….sekarang rupanya ganti belanja oline yg bikin gregetan he he
SukaSuka
Iya bun. Tapi lebih mehong. Kalo surat kan modal prangko di jaman dulu.
SukaDisukai oleh 1 orang
iya lebih mahal dan tidak ada kata2 yg bikin deg2 plas he he
SukaSuka
Ping-balik: Rekomendasi 10 Artikel Menarik dari Para Bloger – firmanstea